Author: Bianda Fedia Puspitasari
•10.17.00

PSIKOTERAPI



Perbedaan Psikoterapi dan Konseling

Konseling dan psikoterapi memiliki perbedaan dimulai dari pengertian, tujuan, klien , konselor, dan penyelenggara hingga metode yang digunakan.

menurut ivey & simek-downing 1980 ( dalam Gunarsa, S.D. 1996) psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar pada struktur kepribadian. sedangkan konseling dikemukakan sebagai proses yang lebih intensif berhubungan dengan upaya membantu orang normal mencapai tujuannya dan agar berfungsi lebih efektif.

Tujuan



Hahn & MacLEan 1955 ( dalam Gunarsa, S.D. 1996) mengemukakan mengenai tujuan konseling  yang menitikberatkan pada upaya penecgahan agar penyimpangan yang merusak dirinya tidak timbul sedangkan psikoterapi terlebih dahulu menangani penyimpangan yang merusak dan baru kemudian menangani usaha pencegahannya. 
Menurut Mowrer 1953( dalam Gunarsa, S.D. 1996) konseling berhubungan dengan usaha mengatasi klien yang  mengalami gangguan kecemasan biasa [normal anxiety] sedangkan psikoterapi berusaha menyembuhakn klien atau pasien yang menderita neurosis-kecemasan [neurotic anxiety]. sedangkan menurut Tyler 1961 ( dalam Gunarsa, S.D. 1996)  konseling berhubungan dengan proses bantuan terhadap klien agar menumbuhkan identitas sedangkan psikoterapi berusaha melakukan perubahan pada struktur dasar perkembangannya.

Blocher 1966 ( dalam Gunarsa, S.D. 1996) membedakan psikoterapi dan konseling dengan melihat pada tujuannya
Konseling => Developmental - Educative . Preventive
Psikoterapi => Remediative - Adjustive - Therapeutic
Klien, Konselor dan Penyelenggara




Blocher 1966 (dalam Gunarsa, S.D. 1996) mengungkapkan ciri-ciri untuk membedakan konseling dan psikoterapi, sebagai berikut: 

  1. Klien yang menjalani konseling tidak digolongkan sebagai penderita penyakit jiwa, tetapi dipandang sebagai seseorang yang mempu memilih tujuan-tujuannya, membuat keputusan dan secara umum bisa bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri dan terhadap hari depannya .
  2. Konseling dipusatkan pada keadaan sekarang dan yang akan datang.
  3. Klien adalah klien bukan pasien. konselor bukanlah tokoh "otoriter" namun adalah seorang "pendidik" atau "mitra" dari klien dalam melangkah bersama untuk mencapai tujuan.
  4. Konselor tidaklah netral secara moral atau tidak bermoral, melainkan memiliki nilai nilai, perasaan dan normalnya sendiri, meskipun konselor tidak perlu memaksakan hal ini kepada klien, namun ia juga tidak menutupi nya.
  5. Konselor memusatkana pada perubahanprilaku, tidak hanya menumbuhkan perhatian.
Metode



Steffire & Grant (dalam Gunarsa, S.D.) menjelaskan perbedaan metode konseling dan psikoterapi, perbedaannya adalah sebagai berikut: 

Konseling ditandai oleh jangka waktu yang lebih singkat, lebih sedikit waktu pertemuannya, lebih banyak melakukan evaluasi psikologis, lebih memperhatikan masalah sehari-hari klien, lebih memfokuskan pada aktivitas kesadaran, lebih memberikan nasihat, kurang berhubungan dengan transferens, lebih menekankan pada situasi yang rill, lebih kognitif dan berkurang intensitas emosi, lebih menjelaskan atau menerangkan dan lebih sedikit kekaburannya. 

Dapat disimpulkan perbedaan konseling dan psikoterapi sebagaimana diungkapkan oleh pallone (1977) dan Patterson (1973) adalah sebagai berikut

Konseling

  1. Klien
  2. Gangguan yang kurang serius
  3. Masalah Jabatan, Pendidikan
  4. Berhubungan dengan pencegahan
  5. Lingkungan pendidikan dan non-medis
  6. Berhubungan dengan kesadaran
  7. Metode Pendidikan
Psikoterapi
  1. Pasien
  2. Gangguan yang serius
  3. Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan
  4. Berhubungan dengan penyembuhan
  5. Lingkungan Medis
  6. Berhubungan dengan ketidak sadaran
  7. Metode Penyembuhan
Bentuk - Bentuk Utama Terapi



Phares (dalam Markam 2007) membedakan bentuk bentuk utama terapi menjadi dua aspek, yaitu menurut taraf kedalamannya dan menurut tujuannya. Menurut kedalamannya dibedakan psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan psikoterapi rek ronstruktif .

  • Psikoterapi suportif 
bertujuan untuk memperkuat perilaku penyesuaian diri klien yang sudah baik, memberi dukungan psikologis dan menghindari diri dari usaha untuk menggali apa yang ada dalam alam bawah sadar klien. Alasan penghindaran karena kalau akan “dibongkar” ketidaksadarannya, klien ini mungkin akan menjadi lebih parah dalam penyesuaian dirinya. Psikoterapi suportif biasanya dilakukan untuk memberikan dukungan pada klien untuk tetap bertahan menghadapi kesulitannya.


  • Psikoterapi reedukatif
bertujuan untuk mengubah pikiran atau perasaan klien agar ia dapat berfungsi lebih efektif. Terapis mengajak klien atau pasien untuk mengkaji ulang keyakinan kilen, mendidik kembali agar ia dapat menyesuaikan diri lebih baik setelah mempunyai pemahaman yang baru atas persoalannya. Terapis tidak hanya membatasi diri membahas kesadaran saja, namun juga tidak terlalu menggali ketidaksadaran. Psikoterapi jenis reedukatif ini biasanya yang terjadi dalam konseling.

  • Psikoterapi rekonstruktif
bertujuan untuk mengubah seluruh kepribadian pasien/klien, dengan menggali ketidaksadaran klien, menganalisis mekanisme defensif yang patologis, member pemahaman akan adanya proses-proses tak sadar dan seterusnya. Psikoterapi jenis ini berkaitan dengan pendekatan psikoanalisis dan biasanya berlangsung intensif dalam waktu yang sangat lama.


Sumber

Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia
Markam, S.L.S., Sumarmo. (2007). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)




-Bianda Fedia-
|
This entry was posted on 10.17.00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: