Author: Bianda Fedia Puspitasari
•08.44.00
PSIKOTERAPI

TERAPI ANALISIS TRANSAKSIONAL


Terapi analisis transaksional pertama kali diperkenalkan oleh Eric Berne. Eric memiliki nama lengkap Eric Lennard Bernstein, lahir pada taanggal 10 Mei 1910 di Montreal, Canada. Ia adalah satu tokoh humanis.

Teori Berne di kenal dengan Analisis Transaksional (AT) Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak. Analisis Transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses konseling. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.


Tujuan Terapi

Analisis transaksional sebenarnya ber­tujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-­siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan). Tujuan lainnya dari Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalan memilih telah dibatasi oleh keputusan-keputusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang tidak jelas dan determinstik. Inti dari konseling adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang menipu dan oleh alur-alur hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh kesadaran, spontanitas, dan keakraban.

Sikap dasar ego yang mengacu pada 



1. sikap orangtua (Parent= P. exteropsychic); 
2. sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan 
3. ego anak (Child = C, arheopsychic). 

Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua)

.
Empat cara mengetahui sikap ego yang dimiliki setiap orang

1. Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang digunakannya. Tingkah laku non­verbal tersebut pada umumnya sama namun dapat dibedakan kode-kode simbolnya pada setiap orang sesuai dengan budaya yang melingkupinya.

2. Mengamati bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan orang lain. Dominasi satu sikap dapat dilihat kalau Pulan sangat menggurui orang lain maka Pulan sangat dikuasai oleh P dalam hal ini critical parent.

3. Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil; hal demikian dapat terlihat misalnya dalam ungkapan : buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

4. Mengecek perasaan diri sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks, tempat tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang tua, dewasa, ataupun anak-anak sangat menguasai mempengaruhi seorang.

Tiga jenis transaksi antarpribadi 



berne menjelaskan terdapat tigas jenis transaksi antarpribadi yaitu: 1) transaksi komplementer, 2) transaksi silang, dan 3) transaksi ter­sembunyi.  


  • Transaksi komplementer 


Jenis transaksi ini merupakan jenis terbaik dalam komunikasi antarpribadi karena ter­jadi kesamaan makna terhadap pesan yang mereka pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain meskipun dalam jenis sikap ego yang berbeda. Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama, sikap dewasa. Transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer. Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak-anak. Komunikasi antarpribadi dapat dilanjutkan manakala terjadi tran­saksi yang bersifat komplementer karena di antara mereka dapat memahami pesan yang sama dalam suatu makna. 
  • Transaksi silang 


Terjadi manakala pesan yang dikirimkan komunikator tidak mendapat respons sewajarnya dari komunikan. Akibat dari transaksi silang adalah terputusnya komunikasi antarpribadi karena kesalahan dalam memberikan makna pesan. Komunikator tidak menghendaki jawaban demikian, terjadi kesalah­pahaman sehingga kadang-kadang orang beralih ke tema pembicaraan lain.
  • Transaksi ter­sembunyi 


Jika terjadi campuran beberapa sikap di antara komunikator dengan komunikan sehingga salah satu sikap menyembunyikan sikap yang lainnya. Sikap tersembunyi ini sebenarnya yang ingin mendapatkan respons tetapi ditanggap lain oleh si penerima. Bentuk-bentuk transaksi tersembunyi bisa terjadi jika ada 3 atau 4 sikap dasar dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antar­pribadi namun yang diungkapkan hanya 2 sikap saja sedangkan 1 atau 2 lainnya ter­sembunyi. Transaksi tersembunyi 1 segi (angular) yaitu jika terjadi 3 sikap dasar sedangkan yang lainnya di­sembunyikan. Kalau yang terjadi ada 4 sikap dasar dan yang disembunyikan 2 sikap dasar disebut dengan dupleks.


Berne juga mengajukan rekomendasinya untuk posisi dasar seseorang jika berkomunikasi antarpribadi secara efektif dengan orang lain. Ada empat posisi yaitu : 


  1. Saya OK, kamu OK (I’m OK., you’re OK)
  2. Saya OK, kamu tidak OK (I’m OK, you’re not OK)
  3. Saya tidak OK, kamu OK (I’m not OK, yo/ire OK)
  4. Saya tidak OK, kamu tidak OK (I’m not OK, you’re not OK).
Teknik Analisis Transaksional


1. Analisis Struktur (Structural Analysis) 

Analisis struktur sebagai alat yang dapat membantu klien agar menjadi sadar atas isi dan fungsi ego orang tua, dewasa, dan anak yang dimilikinya. Analisis struktural membantu klien dalam mengubah pola-pola yang dirasakan menghambat masa depan. Ia juga membantu dalam menemukan perwakilan ego yang mana menjadi landasan tingkah lakunya. Dengan hal tersebut maka, klien bisa memperhitungkan pilihan-pilihannya dengan benar. 

2. Analisis Transaksional 

Pemahaman ketiga status ego tersebut merupakan hal yang penting dalam rangka melangkah ke tahap yang selanjutnya , yaitu analisis transaksional. Analisis transaksional pada dasarnya merupakan suatu penjabaran atas suatu analisis yang dilakukan oleh orang-orang satu sama lain. Orang-orang yang melibatkan suatu transaksi di antara perwakilan-perwakilan ego mereka. Ketika pesan disampaikan, diharapkan ada suatu respon. Dalam hal ini yang terpenting bagi konselor adalah mampu untuk menaganalisis status ego yang ada, dan status ego manakah yang memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Dalam menganalisis, tidak cukup hanya lewat pernyataan-pernyataannya saja, melainkan juga dengan secara non-verbal, misalnya dengan sikap tubuh, mimik muka, nada suara, dan tindak tanduknya dalam berinteraksi.

3. Analisis Mainan Game menurut Eric Berne merupakan suatu rangkaian transaksi tersembunyi yang berulang menuju pada hasil psikologis yang nyatanya dapat diduga sebelumnya. Suatu game memilki tiga unsur penting, yaitu : 
  • Transaksi yang tampaknya berjalan seperti biasa dapat terlihat seakan-akan transaksi berlangsung secara wajar.
  • Dalam transakasi tampak ada suatu maksud yang tersembunyi.
  • Adanya imbalan. Peranan konselor dalam analisis game yaitu apabila klien benar-benar termotivasi untuk memperbaiki sikap, sifat, maupun kebisaaan yang dirasakan perlu untuk diperbaiki dan memerlukan bantuan dari konselor. 

4. Analisis Naskah

Analisis Naskah merupakan langkah terakhir dari suatu tata laksana pendekatan konseling dengan berorientasi pada Analisis transaksional. Analisis naskah terjadi sejak masa bayi masih dalam masa asuhan orang tuanya. Di mana pada masa itu terjadi bentuk transaksi antara orang tua dengan anak-anaknya. Lama-lama dengan terjadinya transaksi antara anak dan orang tua terbentuklah suatu tujuan hidup atau rencana hidup yang dalam istilah analisis transaksional disebut script. Segi positif dari naskah merupakan naskah tersebut bisa diubah, karena naskah tersebut terjadi dengan adanya proses learned atau sesuatu yang dibiasakan dan bukan karena faktor pembawaan.

Daftar Pustaka

http://indryawati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/24016/9+Terapi+Transaksional.ppt
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Sugiyanto,%20M.Pd./14.%20Bahan%20Ajar%2010%20konseling%20eric%20berne.PDF
Author: Bianda Fedia Puspitasari
•08.18.00
PSIKOTERAPI

LOGOTERAPI



Tokoh dari logoterapi adalah Viktor Emil Frankl. Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D.,  adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban Holocaust yang selamat . Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Bukunya, Man's Search for Meaning (pertama kali terbit pada 1946) mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapisnya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alas an untuk tetap hidup. Frankl adalah salah satu tokoh utama dalam terapi eksistensial.

Viktor Emil menekankan pentingnya kemauan akan arti manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri kemudian manusia harus mencoba untuk memenuhinya. Menurut Frank, kehidupan mempunyai makna dan harus dijalani. Prinsip utama dari logoterapi ini adalah mencari makna dalam hidup. Sedangkan konsep dasar logoterapi adalah kebebasan, berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup. Logoterapi mempunyai arti, yaitu kata logo (bahasa Yunani = lohos), yang berarti makna dan juga rohani. Sedangkan terapi (bahasa Inggris = therapy) yang memiliki arti penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit. Jadi dapat disimpulkan bahwa logoterapi adalah penggunaan teknik-teknik menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna hidup.



Logoterapi adalah untuk bentuk psikoterapinya yang didasarkan upaya memfokuskan klien kepada sebuah pengenalan dan penerimaan dirinya sendiri dengan cara-cara bermakna sebagai bagian dari suatu totalitas, termasuk dunia nyata yang di dalamnya mereka harus berfungsi. Pendekatan Viktor E. Frankl menyatukan elemen-elemen psikologi dinamik, eksistensialisme dan behaviorisme.

Tujuan Logoterapi



Logoterapi bertujuan agar pasien dapat menemukan makna hidup dari kehidupannya sehingga bisa terbebas dari masalah-masalah. Tujuan logoterapi lainnya adalah sebagai berikut:
  1. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang ada pada setiap orang tanpa dipengaruhi ras, keyakinan, dan agama.
  2. Menyadari sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat, diabaikan, dan terlupakan.
  3. Memanfaatkan daya tersebut untuk bangkit dari penderitaan untuk mampu menemukan makna dan menghadapi berbagai rintangan di kehidupan setelahnya.
Peran Terapis


Terapis memiliki peranan penting dalam logoterapi ia harus mampu mengalami secara subjektif persepsi tentang dunianya. Dia juga harus aktif dalam proses terapeutik untuk memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan. Terapis terlibat dalam pembukaan pintu diri sendiri maksudnya adalah terapis mampu melepaskan pemikiran, masalah yang membuat pasien merasa tidak bebas secara psikologis. Dengan begitu, pasien akan lebih sadar tentang siapa dirinya dan apa yang harus dia lakukan di masa depannya. peran lainnya adalah 
  1. Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah antara klien dan terapis
  2. Mengendalikan filsafat pribadi
  3. Terapis bukan guru atau pengkhotbah
  4. Memberi makna lagi pada kehidupan klien
  5. Memberi makna lagi pada penderitaan yang dihadapi klien
  6. Menekankan makna kerja
  7. Menekankan makna cinta
Langkah Konseling Dalam Logoterapi



a. Mengambil jarak atas gejala
konselor membantu menyadarkan klien bahwa kondisi yang dialaminya dapat dikendalikan. 

b. Modifikasi Sikap
dimana konselor membantu klien untuk mendapat pandangan baru tentang diri dan kondisinya. Kemudian individu menentukan sikap agar klien bisa menentukan arah dan tujuan hidupnnya. 

c. Pengurangan gejala
konselor menggunakan terapi ini untuk bisa menghilangkan dan mengendalikan gejala pada subjek. 

d. Orientasi terhadap makna
disini konselor dan klien bersama-sama membahas tentang nilai-nilai dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan subjek, memperdalam dan menjabarkan menjadi tujuan yang lebih jelas.

  • Karakteristik konseling logoterapi adalah jangka pendek, berorientasi masa depan dan berorientasi pada makna hidup. 
  • Konseling logoterapi dapat dilakukan secara fleksibel yaitu direktif atau non direktif dan tidak terpaku dalam tahapan pelaksanaannya. 
  • Konseling logoterapi diberikan kepada klien karena saat klien konseling mengalami ketidakjelasan makna dan tujuan hidup. Ini menyebabkan klien mengalami kehampaan dan kehilangan gairah hidup.

Teknik Terapi 

1. Teknik Intensi Pradoksal 

Teknik ini mampu menyelesaikan kecemasan yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hipertensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti. Dengan kata lain, jika takut akan sesuatu, ketakutan itu harus dihadapi. Contohnya insomnia, seseorang yang insomnia tidak seharusnya berbaring di tempat tidur, tetapi justru harus berusaha untuk tidak tidur selama mungkin, setelah itu baru ada sesuatu yang mendorong seseorang yang insomnia untuk tidur. 

2. Teknik De-Refleksi 

Teknik ini mempecayai bahwa persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri sendiri. Dengan cara mengalihkan perhatian pada orang lain, maka persoalan dalam diri sendiri akan hilang. Contohnya ketika seseorang merasa tidak puas secara seksual dengan pasangannya, maka yang harus dilakukan adalah memuaskan pasangannya tanpa memperdulikan kepuasan diri sendiri, maka persoalan di dirinya akan terselesaikan.

Daftar Pustaka

Suprapto, Hana. (2013). Konseling Logoterapi untuk Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Lansia. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi Vol 1 (2) 190-198.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/195901101984032-EUIS_FARIDA/makalah_logoterapi_bk_keluarga.pdfhttp://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/26405/Materi+10+-+TeoriKepribadianEmilFrankl.pdf

Corey, G. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. “Cetakan Pertama terjemahan Mulyarto”. Semarang : IKIP Semarang Press 

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius.

Author: Bianda Fedia Puspitasari
•07.21.00
PSIKOTERAPI

PERSON CENTERED THERAPY



Person centered thrapy atau dalam bahasa indonesia terapi berpusat pribadi yang dikembangkan oleh psikolog humanistis Carl R. Rogers. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Menurut Roger konsep inti terapi person centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.

Carl Rogers sendiri adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered).Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun.Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat.Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.



Terapi berpusan pribadi adalah terapi yang berpusat pada pribadi/pasien atau terapi nondirektif. Nondirektif artinya adalah pasien sendiri yang memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis hanya memantulkan Tokoh dalam terapi ini yaitu Carl Roger. Awalnya digunakan pada tahun 1942. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Gangguan psikologis terjadi karena orang lain menghambat individu untuk mencapai aktualisasi diri. 

Konsep utama terapi yang berpusan pada pribadi ini pada hakekatnya manusia mempunyai tujuan tertentu dan berkembang maju ke depan. Organisme bersifat konstruksif, realistic, progresif, dapat dipercayai dan secara kodrat alamiah memiliki potensi untuk berkembang. Aspek-aspek negative yang terjadi pada seseorang seperti irrasional, anti sosial, egoistis, kejam, distruktif, kurang matang dan regresif disebabkan karena kehidupannya tidak selaras dengan kodrat alamiahnya atau dengan kata lain konsep diri sebenarnya tidak selaras dengan konsep diri idealnya.

Teknik Person Centered Thraphy



1. Menerima 

Terapis menerima klien dengan respek atau tertarik tanpa menilai atau menghakiminya baik itu secara positif atau negatif. klien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan klien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif. 

2. Keselarasan (congruence) 

Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya. 

3. Pemahaman. 

Terapis mampu melihat klien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif. 

4. Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini 

Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada klien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi klien. 

5. Hubungan yang membawa akibat 

Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik Tersebut.

Syarat dalam proses terapi 



terapis harus memenuhi beberapa syarat dalam menjalani proses terapi, syarat-syarat tersebut diantaranya adalah : 

  1. Terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri 
  2. Terapis mengakui bahwa pasien memiliki dorongan yang kuat dalam dirinya sendiri untuk mengarah pada kematangan dan independensi 
  3. Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang ia inginkan 
  4. Membatasi tingkah laku (misalnya psien mengungkapkan keinginannya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu yang disetujui, tetapi terapis tetap mempertahankan jadwal semula) 
  5. Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan pemahaman terhadap apa yang diungkapkan pasien
  6. Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberi penafsiran, menasihatkan, mengajarkan, membujuk, dan meyakinkan kembali. 
Peran lainnya yang harus dilakukan terapis pada terapi berpusat pada pribadi adalah

  1. Terapis tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan terapi tetapi itu dilakukan oleh klien sendiri. 
  2. Terapis merefleksikan perasaan-perasaan klien sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien. 
  3. Terapis menerima individu dengan sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun. 
  4. Terapis memberi kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.

Ciri Person Centered Thraphy



  1. Perhatian diarahkan pada pribadi bukan pada masalah. Tujuannya bukan untuk pemecahan masalah tapi membuat individu itu tumbuh untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri baik masalah sekarang atau yang akan datang dengan cara yang tepat dan sesuai dengan apa yang diinginkan.
  2. Penekanan lebih kepada faktor emosi daripada intelektual karena perbuatan lebih banyak dipengaruhi emosi daripada pikiran dari dalam diri.
  3. Memberi tekanan yang lebih besar pada keadaan yang dialami sekarang bukan di masa lalu karena pola emosi sekarang sama saja dengan pola emosi yang lalu dan berdampak pada individu itu sendiri.
  4. Penekanan pada hubungan terapeutik. Pengalaman tumbuh dari hubungan terapeutik itu sendiri sehingga individu belajar memahami diri sendiri, membuat keputusan, dan bisa berhubungan dengan orang lain secara lebih dewasa dan lebih luas.
Daftar Pustaka


Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Jakarta: Kanisius
Author: Bianda Fedia Puspitasari
•06.43.00
PSIKOTERAPI

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL



Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.

tokoh yang berkaitan dengan terapi ini adalah Abraham Maslow.Maslow menyebutnya sebagai teori holistic-dinamis karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan orang memiliki potensi untuk tumbuh menuju kesehatan psikologis yaitu aktualisasi diri. Untuk memnuhi aktualisasi diri, ada beberapa kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi yaitu kebutuhan akan lapar, keamanan, cinta, dan harga diri. Setelah itu semua terpenuhi, maka seseorang bisa mencapai aktualisasi diri.



Abraham Maslow adalah teoretikus yang banyak memberi inspirasi dalam teori kepribadian.Ia juga seorang psikolog yang berasal dari Amerika dan menjadi seorang pelopor aliran psikologi humanistik. Ia terkenal dengan teorinya tentang hierarki kebutuhan manusia. 

Hierarki Kebutuhan Manusia menurut Abraham Maslow

Maslow, beranggapan bahwa tujuan terapi ini adalah agar klien dapat memiliki nilai-nilai kehidupan seperti menghargai kejujuran, keadilan, kebaikan, kesederhanaan, dan lain sebagainya. Maka dari itu, klien harus terbebas dari ketergantungan mereka terhadap orang lain sehingga keinginan alami mereka dapat aktif. Sebagian besar orang yang mencari terapi telah memenuhi dua kebutuhan di level rendah, tetapi sulit memnuhi kebutuhan cinta dan keberadaan. Karena itu, psikoterapi sebagian besarnya merupakan proses interpersonal yang hangat dan penuh kasih antara klien dan terapis. Setelah itu terpenuhi, maka klien dapat memenuhi rasa percaya diri dan penghargaan diri. Oleh karena itu hubungan interpersonal antara klien dan terapis merupakan obat psikologis yang terbaik.

Konsep Terapi Humanistik - Eksistensial



1. Kesadaran diri 

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia dapat berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang maka semakin dia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi.

2. Kebebasan, 

tanggung jawab dan kecemasan Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi bagian dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang dimana merupakan sesuatu yang patologis, sebab dia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.

3. Penciptaan makna 

Manusia itu unik, dalam arti lain bahwa selalu berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional dan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

Sedangkan tujuan menurut Gerald Corey yaitu : Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri.

Client-Centered Therapy



Salah satu pendekatan humanistik adalah Terapi yang berpusat pada klien atau bisa disebut Client-Centered Therapy. Client-Centered Therapy atau disebut Person Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers pada tahun 1902-1987 dimana terapi ini didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu untuk memcahkan masalahnya sendiri. Rogers mengatakan terapis tidak boleh memaksa tujuan atau nilai yang dimilikinya kepada pasien. Tujuan dari terapi ini adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang dapat berfungsi penuh. Agar tujuan terapis tercapai maka terapis harus mengusahakan agar klien bisa menjadi dirinya sendiri.

Tujuan Terapi Humanistik - Eksistensial


Gerald Corey dalam bukunya yang berjudul Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi menjelaskan tujuan dari terapo humanistik -eksistensial diantaranya yaitu : 
  • Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik.
  • Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
  • Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri.

Tujuan lainnya adalah sebagai berikut

  • Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan hidup manusia.
  • Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi pada diri seseorang. 
  • Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya sendiri.
  • Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran dirinya.
  • Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya sendiri.
Teknik Terapi Humanistik Eksistensial

  1. Penerimaan
  2. Rasa hormat 
  3. Pemahaman
  4. Menentramkan hati 
  5. Pertanyaan terbatas 
  6. Memantulkan pertanyaan dan perasaan


Peran dan Fungsi Terapis 

Terapis di dalam terapi humanistik eksistensial memiliki tugas yang paling utama, yaitu berusaha agar dapat mengerti pasien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia. Dimana tekhnik yang digunakan selalu mendahului suatu pengertian yang mendalam terhadap pasiennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lain tapi juga dari satu fase ke fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama. fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
  • Memahami dunia klien dan membantu klien untuk berfikir dan mengambil keputusan atas pilihannya yang sesuai dengan keadaan sekarang
  • Mengembangkan kesadaran, keinsafan tentang keberadaannya sekarang agar klien memahami dirinya bahwa manusia memiliki keputusan diri sendiri. 
  • Sebagai fasilitator memberi dorongan dan motivasi agar klien mampu memahami dirinya dan bertanggung jawab menghadapi reality. 
  • Membentuk kesempatan seluas – luasnya kepada klien, bahwa putusan akhir pilihannya terletak ditangan klien.



Daftar Pustaka

Corey, Gerald.(2011). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama. Semiun,Yustinus.(2006). Kesehatan mental 3. Kanisius: Yogyakarta 
Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian. New York: Salemba Humanika
Author: Bianda Fedia Puspitasari
•05.31.00
PSIKOTERAPI


Terapi Psikoanalisa

Sigmund Freud(c) http://ichef.bbci.co.uk/

Psikoanalisis adalah suatu sistem dalam psikologi yang berasal dari penemuan-penemuan freud dan menjadid dasar dalam teori psikologi yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik. psikoanalisis memandang kejiwaan manusia sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang menimbulkan konflik. dorongan -dorongan ini sebagian disadari dan sebagian lagi, bahkan sebagian besar tidak disadari. Psikoanalisis sebagai teori dari psikotera[i berasa; dari uraian Freud bahwa gejala neurotik pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatik dari pengalaman seksual pada masa kecil, Gunarsa (1996).

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia dan metode psikoterapi



Konsep - Konsep Terapi Psikoanalisis

1. Struktur Kepribadian 


  • Id. 
Id merupakan bagian primitif dari kepribadian Id mengandung insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan kepuasan segera tanpa memperhatikan realitas yang ada.
  • Ego
Ego disebut perinsip realitas. ego menyesuaikan diri dengan realitas
  • Super ego
Super ego merupakan prinsip moral, yaitu mengontrol perilaku dari segi moral.

2. Pandangan Mengenai Sifat Manusia
  • Pandangan freud mengenai sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik dan reduksionistik 
3. kesadaran & ketidaksadaran

a. konsep ketaksadaran
  • Mimpi-mimpi → merupakan representative simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat konflik
  • Salah ucap / lupa → terhadap nama yang dikenal
  • Sugesti pascahipnotik
  • Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas
  • Bahan-bahan yg berasal dari teknik proyektif 
4. Kecemasan 

Adalah suatu keadaan yg memotifasi kita untuk berbuat sesuatu kecemasan berfungsi untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya. Macam-macam kecemasan
  • Kecemasan realistis
Merupakan kecemasan yang timbul dari ketakutan terhadap bahaya yang nyata.
  • Kecemasan neurotic
Kecemasan atau perasaan takut akan mendapatkan hukuman atas keinginan yang implusif.
  • Kecemasan moral
Merupakan kecemasan yang berkaitan dengan moral. seseorang merasa cemas karena melanggar norma-norma moral.

Tujuan terapi


  • Membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat pasien sadar akan hal yang selama ini tidak disadarinya. 
  • Mengungkapkan konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrem dan reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini. 
  • Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
  • Bertujuan agar klien neurotik memiliki ego yang cukup lentur untuk bergeser diantara fungsi-fungsi ego yang bertentangan dan memadukannya dengan memperhatikan batas-batas yang ditentukan oleh konflik-konflik neurotik.
  • terapi psikoanalisa juga bertujuan untuk menggantikan tingkah laku defensif dengan tingkah laku yang lebih adaptif, sehingga klien dapat menemukan kepuasan tanpa menghukum dirinya sendiri atau orang lain.
Fungsi & Peran Terapis


 • Terapis / analis membiarkan dirinya anonym serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada teapis / analis 

• Peran terapis
  • Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hub personal dlm menangani kecemasan secara realistis
  • Membangun hub kerja dengan klien, dengan banyak mendengar & menafsirkan
  • Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien
  • Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan & pertentangan-pertentangan pada cerita klien
Tekni Terapi Psikoanalisa

Sigmund Freud (c)www.loc.gov

Teknik dasar untuk melaksanakan psikoanalisa adalah dengan meminta pasien berbaring di dipan khusus (couch) dan psikoanalis duduk dibelakangnya, jadi posisi pasien menghadap kearah lain, hal tersebut dilakukan agar pasien tidak mengemukakan apa yang muncul dalam pikirannya dengan bebas, tanpa merasa terhambat, tertahan dan tanpa harus memilih mana yang dianggap penting dan tidak penting. Lima teknik dasar terapi psikoanalisa yaitu dibawah ini : 

1. Asosiasi Bebas. 

Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien. 

2. Penafsiran. 

Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Dengan perkataan lain, analis harus bisa menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya.

3. Analisis Mimpi. 



Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai jalan istimewa menuju ketaksadaran, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkap. Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik dan tak disadari. Karena begitu mengancam dan menyakitkan, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi, selama jam analitik, analis bisa meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap makna-makna yang terselubung. 

4. Analisis dan Penafsiran Resistensi 

Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan depresi itu. Resistensi ditunjukkan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukannya, dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis. Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan.

5. Analisis dan Penafsiran Transferensi 

Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbungan emosionalnya. Singkatnya efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.

Daftar Pustaka

Basuki, H.M.A. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma
Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama.
Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia